Apakah Anda sudah membaca Inteligensi Embun Pagi? Seru, kan? Yup, setelah 15 tahun akhirnya seri dari buku Supernova berhasil ditamatkan oleh Dee Lestari. Luckily, Cosmo berkesempatan untuk ngobrol lebih intim tentang buku yang paling dinanti-nanti ini.
Cosmo: Bagaimana perasaan Anda telah merangkumkan seri novel Supernova?
Dee: Rasanya lega tapi di sisi lain juga merasa sedih. Bayangkan saja 15 tahun hidup saya tidak pernah jauh dari karakter-karakter yang ada di dalam Supernova. Selama ini mereka dinikmati melalui jalur yang terpisah. Dan di buku terakhir, semua karakter yang ada bersatu dan saling berinteraksi. Ya sesuai rencana saya, kisah ini tamat di Inteligensi Embun Pagi.
Cosmo: Apakah Anda punya pengalaman unik saat menulis buku ini?
Dee: Saya menggarap buku ini sekitar sembilan bulan. Dan saat menyelesaikan tiga bab terakhir, saya sempat mengungsi ke hotel sendirian. Ketika menulis, saya tidak boleh diganggu dan tidak ada distraksi. Akhirnya saya minta izin kepada pasangan untuk mengungsi ke tempat lain agar dapat menyelesaikan buntut cerita buku ini.
Cosmo: Di buku sebelumnya, Anda melakukan pemetaan saat menulis. Apakah hal yang sama juga berlaku pada Inteligensi Embun Pagi?
Dee: Saya melakukan pemetaan buku ini sejak Januari 2015, walaupun pemetaan dalam skala besar sudah saya lakukan di tahun 2011. Dulu kan saya hanya menuliskan pemetaan di atas kertas, kalau sekarang dinding rumah pun menjadi korban hahaha... Adegan-adegan tersebut saya tulis di atas kertas kecil lalu saya tempelkan di karton.
Cosmo: Kenapa Anda memilih Inteligensi Embun Pagi sebagai judul seri terakhir Supernova?
Dee: Inteligensi Embun Pagi menggambarkan kedatangan tokoh baru. Ya, tokoh ini seperti embun pagi, kedatangannya begitu halus tapi juga sangat cerdas. Dan dia membawa banyak perubahan. Selain itu, saya percaya bahwa alam semesta ini bergerak dengan sebuah inteligensi yang luar biasa, di luar akal kita. Sesuai secara konteks dan kedengarannya enak saat diucapkan.
Cosmo: Ceritakan dong awal mula Anda membuat Supernova.
Dee: Supernova sebenarnya adalah penelusuran spiritual. Pada saat itu, saya memiliki rasa penasaran yang cukup besar terhadap pertanyaan eksistensial dalam hidup. Semuanya saya tumpahkan ke dalam Supernova karena saya juga ingin share ke banyak orang tetang apa yang saya jalani, rasakan, termasuk apa yang saya dapatkan. Dan saya memilih untuk membaginya melalui jalur fiksi. (Salli Sabarrang/FT/image: dok.Cosmo)