Meski masih berusia 22 tahun (hey there gen Z!) namun hal ini tak menghalangi Sarah Tumiwa untuk mengharumkan namanya di dunia modelling. Yes, di usia yang masih belia ia sudah meraih prestasi sebagai 1st winner di Indonesian Next Top Model Cycle 2.
Anggapan bahwa menjadi seorang model itu sudah dekat dengan kata ‘sempurna’ ternyata hanyalah asumsi belaka, Sarah sendiri bercerita bahwa dirinya masih kerap mendapatkan tekanan karena tidak memenuhi body standart, but it wont stop her to improve, karena Sarah menganggap bahwa semua pikiran dan perkataan negatif bisa kita kendalikan ketika kita sudah merasa bersyukur dengan diri kita sendiri. We love her, and that statement!
1. Seperti apa pandangan kamu tentang body image?
Menurut saya body image merupakan persepktif terhadap diri kita sendiri. Dan menurut saya, hal yang paling penting adalah bagaimana caranya kita trying to improve ourselves for our own being.
2. Menurutmu, apa yang memengaruhi body image di era ini?
The culture plays the big part, salah satunya dunia media sosial. Bagaimana orang-orang banyak yang berlomba untuk bisa mejadi semenarik mungkin tanpa harus menjadi diri mereka sendiri – alih-alih meraih title “body goals” yang membuat orang ‘termakan’ untuk memiliki body standart yang serupa. Dan menurut saya, beberapa media lain juga masih banyak yang memberikan false campaign yang membuat pemikiran ini masih terbentuk.
3. Mengapa body image masih menjadi isu yang dikhawatirkan gen Z?
Sebagai gen Z, saya melihat bahwa generasi ini sangat berpengaruh dengan perkembangan teknologi. Karena terpaan itu terlalu tinggi, membuat mereka jauh lebih concern terhadap banyak isu, salah satunya body issue. Kalau kita menilai apakah ini merupakan hal yang baik atau buruk, menurut saya semua itu bergantung pada sikap, but for me personally; hal-hal yang dituangkan dalam dunia maya itu secara tak sadar memengaruhi pola pikir saya.
4. Should we redefine body images or should we improve our body?
It would be better to improve your body, yang tentunya untuk menjaga kesehatan tubuhmu juga. It’s about how you make yourself better, rather than redefining, karena menurut saya, ketika kita redefining, hal itu tak akan ada habisnya – karena manusia memang tidak pernah puas.
5. Bagaimana pendapatmu tentang perawatan kecantikan, surgery, atau diet yang bertujuan untuk menciptakan body image sesuai keinginan. Is that toxic or part of self love?
Menurut saya hal-hal seperti ini tidak toxic, selagi kita melakukannya secara benar dan tidak merusak rutinitas kesehatan kita. Tetapi kalau dari saya pribadi, saya memang tidak melakukan surgery, I try to feel grateful for what I have right now, tetapi balik lagi, kalau memang kita ingin melakukan hal-hal yang membuat kita senang then why not – it’s the same thing as we improving ourselves.
6. Have you feel pressured about the body image?
Sebagai seorang model, tubuh saya itu merupakan aset utama. Berbagai tekanan itu timbul dari salah satu agensi modeling dan juga netizen yang mengatakan bahwa saya itu tak pantas menjadi seorang model, ucapan seperti, “hidungnya pesek, kulitnya hitam banget, nggak cocok jadi model!” and sometimes I take it very hard.
7. “You are your hardest critic.” Setuju tidak dengan kalimat ini? Pernah ada pengalaman serupa?
Setuju. Karena banyak orang di luar sana yang selalu mengkritik kita dengan hal-hal negatif, tetapi seseorang yang selalu mengkritik kita 24/7 adalah diri kita sendiri – pemikiran seperti “kok kulit saya hitam, ya?” “kok badan saya terlalu kurus, ya?” dan semua kritik ‘terpedas’ ini hadir dari diri saya sendiri. Dan salah satu peran yang harus kita semua tumbuhkan yakni bagaimana cara kita untuk menyemangati diri sendiri.
8. Hal-hal apa saja yang kamu lakukan untuk membangun hubungan yang sehat dengan tubuhmu sendiri?
Sekarang ini saya sudah berada di titik ‘bodo amat’ as long as I’m happy, then why not? Fokus dengan apa yang ingin saya kembangkan untuk saat ini in a healthy way dengan cara: selalu mensyukuri apapun bentuk tubuh, serta situasi hidupmu saat ini. This is my body, and it’s my job to take care of it. Karena saya tak akan pernah bisa membuat semua orang menyukai saya.
9. Kapan atau bagaimana kamu akhirnya merasa fullfill dengan dirimu sendiri?
Di saat saya sudah menerimah seluruh aspek dari bentuk tubuh saya – yang memang proses penerimaan diri itu harus melewati berbagai rintangan. Namun seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, bahwa rasa syukur itu menjadi kunci utama bagi saya untuk bisa menerima, dan mengesampingkan semua perspektif negatif terhadap diri kita sendiri.
"Rasa syukur itu menjadi kunci utama bagi saya untuk bisa menerima, dan mengesampingkan semua perspektif negatif terhadap diri kita sendiri." -Sarah Tumiwa-
10. Last. true or false: menemukan titik confidence, menerima, dan mencintai diri sendiri itu hanya kedok agar terlihat bahagia.
False. Kalau saya sudah mulai masuk ke dalam proses self-love dan benar-benar menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, it’s because I geneuinely love myself. Mungkun orang-orang di luar sana yang mengatakan hal tersebut masih belum menggapai titik self-love-nya sendiri. Sejatinya untuk memperoleh self-love itu sangat tidak mudah, we have to fight we ourselves.
(Nadhifa Arundati / / Image: Dok. Instagram)